BKKBN

Atasi Stunting Dokter Hasto Minta Kabupaten/Kota Manfaatkan Anggaran DAK dan BOKB

18 April 2022 | Siaran Pers|

suhu

Jakarta - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr.(HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengungkapkan rendahnya serapan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Subbidang KB dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) Kabupaten dan Kota. Hal ini disampaikan Kepala BKKBN dalam sambutannya secara daring pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Bangga Kencana, Perwakilan BKKBN Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (13/04).

BKKBN telah menyiapkan dukungan anggaran DAK Subbidang KB dan BOKB, misalnya di tahun 2021 telah dianggarkan sekitar 15 miliar untuk Kepulauan Riau, namun saya sampaikan bahwa penyerapannya oleh Kabupaten dan Kota sangat kecil. Kami harapkan Bapak Gubernur bisa menyampaikan pada Bupati Walikota untuk meningkatkan serapan anggaran ini,” ungkapnya

DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan Prioritas Nasional. DAK terbagi atas 2 jenis, DAK fisik dan non fisik. Seperti Sarana Prasarana Pelayanan KB, Sarana Transportasi KB, serta mendukung program penurunan stunting.

Sedangkan untuk BOKB Pengalokasian anggaran digunakan untuk menu operasional Balai Penyuluhan KB, operasional pelayanan KB, Operasional integrasi Program Bangga Kencana dan program pembangunan lainnya di Kampung KB, Operasional pembinaaan program Bangga Kencana oleh Kader, dukungan operasional penanganan stunting serta dukungan media KIE dan manajemen BOKB.

Lebih lanjut menurut Dokter Hasto di Kepulauan Riau, serapan anggaran tertinggi hanya di Kota Batam di angka 69,2 persen dan terendah di Kepulauan Anambas hanya mencapai 10.6 persen saja. Sebenarnya karena serapan anggaran DAK di tahun 2021 ini sangat rendah, dari Kementerian Keuangan melarang untuk bisa ditingkatkan di tahun berikutnya.

Namun saya beralasan bahwa penanganan stunting ini sangat penting sehingga kami minta untuk tetap ditingkatkan. Sehingga di tahun 2022 ini di Kepri bisa bertambah menjadi 25 miliar dengan rincian 20,8 miliar untuk BOKB dan 4,2 miliar untuk fisik,” ujar dokter Hasto.

Menurut data Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 prevalensi balita stunted di 7 Kabupaten Kota di Provinsi Kepulauan Riau masih terdapat 3 daerah yang masih berada di atas angka 20 persen yakni, Kabupaten Lingga (25,4), Kabupaten Kep. Anambas (21,7) dan Kabupaten Bintan (20).

BKKBN menurut Dokter Hasto hanya bisa mendorong dan menyediakan fasilitas dan anggaran serta bekerjasama erat dengan TNI, POLRI seperti melalui kegiatan TMMD tentunya melalui dukungan Kementerian PUPR dengan pembangunan jamban dan hunian yang layak. Juga telah dibentuk 1.116 Tim Pendamping Keluarga di Provinsi Kepri, yang bertugas meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan penerimaan program bantuan sosial, serta mendeteksi dini faktor risiko stunting.

Saya berharap melalui Bapak Gubernur bisa turun ke lapangan untuk bisa “memprovokasi” Bupati dan Walikota untuk bisa bergerak untuk menggunakan yang sudah tersedia tersebut. Ketika pandemi akan segera selesai saya kira stunting menjadi permasalahan yang harus sangat diperhatikan,” tambahnya.

Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Ansar Ahmad mengungkapkan, “Terkait dengan penurunan angka prevalensi stunting bukan peringkat yang ingin kita capai namun target dibawah 14 persen lah yang harus kita realisasikan. Saya selalu berusaha hadir berkeliling Kabupaten dan Kota pada acara Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), karena forum itu untuk memberikan penekanan penting karena semua stakeholder hadir, Bupati, Walikota, DPRD dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tentunya dipertegas lagi pada Musrenbang tingkat Provinsi,” ungkap Ansar Ahmad.

Dalam kesempatan tersebut Kepala BKKBN menyampaikan bahwa telah menyiapkan proyeksi angka prevalensi stunting dan juga memiliki data terkait faktor-faktor penyebab stunting tiap di setiap Kabupaten dan Kota di Kepri yang bisa digunakan. Seperti data kesehatan ibu dan anak juga terkait faktor sensitif penyebab stunting seperti ketersediaan air minum, jamban yang tidak layak dan rumah tidak layak huni. (BKKBN/TSR)


Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
BKKBN