BKKBN

BKKBN Dorong Pencegahan Stunting Melalui Penguatan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga

25 February 2021 | Siaran Pers|

suhu

Jakarta (25/02/2021) – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong sejumlah langkah untuk memberdayakan ekonomi keluarga di era adaptasi kebiasaan baru. Melalui program pemberdayaan ekonomi keluarga, BKKBN ingin mendorong berbagai pendekatan untuk memberdayakan ekonomi keluarga yang harus diawali dari penataan pola pikir untuk bisa mengelola keuangan dengan baik.

Pandemi Covid 19 telah menghantam keras sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Data dari Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia, mengungkapkan bahwa sebanyak 72 persen pelaku UMKM terdampak pandemi Covid-19. Pelaku UMKM mengalami penurunan penjualan, penyaluran modal, dan semua terdampak.

“Tercatat ada sekitar 63 juta pelaku usaha UMKM yang merupakan 99,9 % dari total pelaku usaha di Indonesia. UMKM menyerap 97% tenaga kerja nasional dan pada tahun 2019 UMKM berkontribusi 60,34% terhadap PDB. Artinya jelas bahwa UMKM memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian NKRI. Salah satu indikator keberhasilan pengembangan UMKM adalah seberapa banyak UMKM yang naik kelas menjadi Usaha Besar.” kata Dr. Drs. Lalu Makripuddin, M.Si, Plt. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN saat membuka Webinar di Kantor BKKBN Pusat, Jakarta (25/02/2021).

Sebagai bagian dari UMKM, Kelompok UPPKA diharapakan dapat menjadi wadah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kegiatan usaha ekonomi produktif. Perlu kita ketahui bahwa saat ini kita memiliki 32.777 kelompok UPPKA yang tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan berbagai macam jenis usahanya. Kondisi yang terjadi saat ini tentu sangat mempengaruhi produktivitas kelompok-kelompok yang ada.

UPPKA adalah Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor, yang pada tahun 1990 diubah menjadi UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera) untuk mencakup sasaran yang lebih luas yaitu dengan melibatkan Pasangan Usia Subur (PUS) yang belum ber–KB, Keluarga Pra Sejahtera (KPS), Keluarga Sejahtera I (KS I), dan Keluarga lain yang berminat menjadi anggota Kelompok UPPKS. UPPKS diharapkan adanya meningkatkan pendapatan keluarga yang kemudian akan memperbaiki kesejahteraan, baik dari keluarga peserta KB yang bersangkutan maupun dari seluruh anggota kelompoknya. Dengan peningkatan kesejahteraan tersebut, diharapkan kesertaan dan kesinambungan ber- KB secara tidak langsung dapat ditingkatkan. Namun pada tahun 2020 berdasarkan Perban BKKBN No. 17 Tahun 2020, UPPKS diubah kembali menjadi UPPKA.

“Produktivitas yang rendah dari kelompok UPPKA bahkan ada sebagian kelompok yang berhenti berproduksi menjadikan kekhawatiran tersendiri karena tentunya akan berdampak pada peningkatan angka kemiskinan di Indonesia yang dikhawatirkan pula akan turut menyumbang peningkatan angka kejadian stunting,” tambah Dr. Drs. Makripuddin

Karena itu kita harus punya produk sendiri, kemudian harus mencintai produk lokalnya sendiri supaya kita mandiri. Dan ketiga kita harus berkelompok. Bersatu padu dalam kelompok dan harus membangun sistem jejaring (networking), didukung oleh IT. Inilah yang harus diperjuangkan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, Drs. Eli kusnaeli, MM.Pd mengatakan, “Penanganan stunting tidak dapat dilakukan sendirian, diperlukan peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemerdayaan masyarakat, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu keluarga dan masyarakat serta penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi”

Perubahan mendasar pendekatan pelaksanaan program adalah dengan melakukan pendataan stunting dan keluarga risiko tinggi (berpotensi) melahirkan anak stunting, audit kasus stunting, lalu melakukan pendampingan calon keluarga, agar memastikan calon pengantin tidak anemia dan mempunyai gizi yang baik agar ketika menikah dan hamil sudah siap dan memiliki gizi yang seimbang, tambahnya.

“Faktor ekonomi menjadi faktor utama dalam kondisi gizi kurang pada ibu hamil dan anak. Faktor ekonomi kemudian menjadi salah satu pemicu dari terbatasnya ketersediaan pangan di rumah tangga, kurangnya kualitas pengasuhan dan pemberian makan pada anak, hingga kondisi lingkungan rumah yang kurang sehat dan kurangnya akses kepada layanan kesehatan. Kerangka konsep ini bersifat dua arah (siklus) dimana faktor ekonomi menjadi penyebab dasar terjadinya stunting dan juga menjadi akibat/terdampak jangka panjang dari kondisi stunting dan kurang gizi di masa lalu.” tegas Dini Haryati, Direktur Eksekutif Yayasan Cipta.

GKR Mangkubumi, Ketua Umum Perkumpulan Andalan Kelompok UPPKA mengungkapkan Peranan AKU dalam penguatan usaha ekonomu keluarga akseptor di era adaptasi kebiasaan baru ini adalah melalui pendekatan pemberdayaan ekonomi keluarga, dimana para pelaku usaha ekonomi mikro keluarga memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghasilan atau pendapatan lebih. Sehingga memiliki akses terhadap gizi, pendidikan serta kesehatan yang memadai. Melalui kemandirian ekonomi, ibu-ibu juga memiliki peluang dalam meng-upgrade pengetahuannya terkait manajemen dan pola penanganan masa kehamilan, menyusui hingga pengasuhan anak yang lebih pro-anak.

“Strategi pemberdayaan di era adaptasi kebiasaan baru ini adalah dengan mendorong keikutsertaan pelaku usaha UPPKA unggulan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pameran dan workshop virtual, memanfaatkan digital marketing dan bekerjasama dengan penyelenggara e-commerce, serta mendorong pelaku usaha mikro untuk melakukan diferensiasi usaha terutama usaha-usaha yang mendukung program penanggulangan covid,” tambah GKR Mangkubumi.

Kegiatan webinar ini dilakukan secara daring dan live facebook BKKBN official dengan peserta para pengelola dan pelaksana program pemberdayaan ekonomi keluarga tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, anggota Kelompok Usaha Ekonomi Keluarga Akseptor, PKB/PLKB, Pengurus BPD AKU Provinsi dan Mitra kerja terkait dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pengelola dan Pelaksana Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga dan anggota kelompok Usaha Ekonomi Keluarga Akseptor, Meningkatkan motivasi pelaku kegiatan usaha ekonomi keluarga terutama kelompok Usaha Ekonomi Keluarga Akseptor untuk menggerakkan kembali usahanya untuk meningkatkan pendapatan keluarga serta Mensosialisasikan tentang pentingnya kepedulian Kelompok UPPKA dan keluarga lainnya dalam pencegahan dan penanganan kasus stunting di Indonesia. (Humas/A).

Jakarta, 25 Februari 2021
Biro Umum dan Hubungan Masyarakat
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


BKKBN