BKKBN

Kepala BKKBN Ajak Keluarga Wujudkan Lansia Tangguh dan Launching Aplikasi Golantang

30 October 2020 | Artikel|

suhu

Jakarta – Upaya meningkatkan kualitas penduduk lanjut usia (lansia), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggiatkan upaya program peningkatan kualitas lansia melalui pembangunan keluarga.

Menurut Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN, Dr. dr. M. Yani, M.Kes., dalam merealisasikan program tersebut, BKKBN melakukan pendekatan melalui siklus hidup manusia secara holistik-integratif dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

“Pendekatan holistik-integratif lebih optimal dari pada melalui pendekatan yang tidak terintegrasi dan tidak menyeluruh,” ujar Yani dalam webinar, Kamis (8/10/2020).

Webinar “Mewujudkan Lansia Tangguh” dalam rangka Hari Lanjut Usia Internasional Tahun 2020, itu diikuti sekitar 1200 lebih peserta dengan mengangkat tema “Pandemics: Do They Change How We Address Age anda Ageing”.

Kepala BKKBN Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K)., dalam sambutannya menyatakan bahwa proyeksi penduduk Indonesia yang tahun ini ditaksir berjumlah 296,6 juta jiwa. Dari jumlah itu, pada 2015 lalu, setidaknya proporsi jumlah penduduk lansia sebanyak 9 persen atau 23 juta jiwa dari total penduduk. Pada 2045, diproyeksikan jumlahnya meningkat drastis menjadi 19,9 persen.

Hasto mengatakan, saat ini Indonesia sedang berada pada masa transisi menuju ageing population, di mana saat ini usia harapan hidup laki-laki 71 tahun dan perempuan 75 tahun.

Bagi Hasto, bukanlah hal yang mudah mengawal lansia ketimbang balita atau batuta (bayi di bawah dua tahun). “Ini karena problem lansia sangat kompleks dan berbeda dengan balita atau batuta,” tandas Hasto.

Menurut Hasto, proses menua berbeda dengan proses pertumbuhan. “Proses penuaan sel sel sangat dipengaruhi perilaku, makanan dan stres,” ujarnya dalam paparannya bertema “Program Lansia Tangguh: Melewati Masa Pandemi dalam 4 Kwadran.”

“Karena itu,” lanjut Hasto, “proses menua antara satu lansia dengan lansia lainnya tidak sama. Tidak seperti proses pertumbuhan balita dan batuta yang hampir seragam. Sehingga intervensinya lebih mudah dilakukan.”

Hasto Wardoyo mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, lansia adalah kelompok yang memiliki risiko tinggi tertular. Berdasarkan data, saat ini ada 11,11 persen lansia terinfeksi Covid-19 dengan angka kesembuhan 30,54 persen dan kematian 10 persen. Untuk itu, mengambil momentum 1 Oktober sebagai Hari Lansia Internasional, BKKBN akan lebih mempertajam program Bina Lansia Tangguh melalui program utamanya yakni Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana).

Memperhatikan dan mengintervensi sejak awal siklus kehidupan manusia, mulai dari 1000 Hari Pertama Kehidupan, remaja, pra nikah, menikah, hamil, melahirkan, hingga usia lanjut melalui berbagai kegiatan, BKKBN berharap dapat mewujudkan lansia-lansia yang lebih maju, tangguh dan berkualitas.

Hal itu penting dilakukan karena berdasarkan data yang dikantongi Hasto, angka kesakitan lansia mencapai 25 persen dari total jumlah lansia. “Lansia perlu perhatian. Harus ada program nyata dan mudah diterjemahkan di lapangan,” ujar Hasto.

BKKBN telah mengembangkan 7 dimensi lansia tangguh sebagai upaya memberdayakan para lansia menjadi lansia yang lebih tangguh. Ketujuh dimensi itu adalah spiritual, fisik, emosional, intelektual, sosial kemasyarakatan, professional dan vokasional, serta lingkungan.

“Intervensi BKKBN terhadap kelompok lansia yang masih sehat, harapannya agar mereka bisa mandiri, produktif dan mau berderma menciptakan lapangan kerja. Sehingga bonus demografi tahap kedua bisa diraih bangsa ini,” ujar Hasto.

Hasto menyatakan pandemi Covid-19 bakal memberikan berkah bagi pemberdayaan ekonomi rakyat. “Bila semula kita tergantung pada produk impor, kini akan mengalami deglobalisasi. Produk lokal akan berjaya. Ekonomi rakyat bangkit. Masyarakat mandiri,” jelas Hasto.

Terkait dengan kemajuan itu, Hasto berharap para lansia ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi. “Seperti di Kabupaten Kulonprogo (DI Yogyakarta). Ketika menjadi bupati, saya kembangkan program e-warung. Warung orang miskin. Di dalamnya terlibat para lansia,” jelas Hasto.

E-warung yang di tahun 2019 berjumlah sekitar 115 warung, dibangun bertujuan untuk mendistribusikan bantuan pemerintah, khususnya kepada warga miskin. Yang ditampung dan dijual di warung ini khusus produk lokal. Terbatas hanya lele, beras dan telur, dipasok oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) setempat. E-warung membawahi 500 KK miskin, dengan perputaran modal mencapai 50 juta.

Hasto menepis anggapan bahwa lansia sudah tidak produktif. “Yang tekun bertani adalah lansia. Yang tekun berkoperasi adalah lansia. Lansia masih bisa dipercaya. Itu pengalaman saya selama menjadi Bupati Kulonprogo,” ujar Hasto.

Menurut Hasto, lansia yang kondisi kesehatannya tidak baik dan ekonomi tak bagus harus di “take over” pemerintah. “Adalah tugas kami (BKKBN) untuk merubah perilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap lansia,” tutur Hasto, yang sejak dulu berkeinginan mewujudkan lansia yang sehat, aktif, mandiri dan produktif.

Pertumbuhan lansia
Dalam webinar yang sama, Richard J. Makalew, Ph.D, Programme Specialist – Population And Development UNFPA Indonesia, mengatakan tingginya fertilitas dan turunnya mortalitas serta adanya perbaikan fasilitas dan layanan kesehatan disertai kemajuan sosial-ekonomi, sangat berkontribusi terhadap peningkatan jumlah lansia di suatu negara.

“Pertumbuhan proporsi penduduk lansia yang cepat terjadi di negara yang sosial ekonominya tinggi,” ungkap Richard, dalam makalahnya berjudul “How Facing the Ageing Population and Caring for The Elderly during Pandemics in Global and Indonesia”.

Menurut Richard, berdasarkan kecepatan pertumbuhan penduduk lansia, Indonesia berada di bawah Brazil tapi di atas Philipina, Timor Leste dan Nigeria. Menurut Richard, pada 2050 proporsi penduduk lansia di Indonesia berada pada level 24-25 persen. Saat itu jumlah penduduk lansia di dunia mencapai 1,1 miliar dari saat ini 702 juta.

“Di negara dengan fertilitas tinggi, terjadi peningkatan lansia di atas 200 persen. Sementara pertumbuhan lansia di Indonesia sekitar 120 persen,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa jika negara memiliki proporsi penduduk lansia 60 persen maka negara itu tergolong menua.

Richard mengatakan, mulai tahun 2014 semakin banyak lansia yang hidupnya bergantung pada penduduk usia produktif. “Satu dari tiga perempuan lansia menjadi kepala keluarga. Satu dari empat rumah tangga memiliki lansia. Dan satu di antara dua lansia masih bekerja karena sistem perlindungan hari tua belum berjalan baik,” tutur Richard.

Terkait pandemi Covid-19, Richard mengungkapkan data bahwa lansia yang terpapar sebanyak 67.000 laki- laki dan 54.000 perempuan. Usia mereka 60-69 tahun, berasal dari 113 negara.

Sementara proporsi lansia yang positif Covid-19 di Indonesia mencapai 9-10 persen dari total mereka yang terpapar. Adapun lansia yang sembuh 9 persen. Meninggal dunia 41 persen. Mengambil contoh DI Yogyakarta, Bali dan Jakarta, Richard menjelaskan bahwa di tiga daerah itu lansia yang hidup bersama anak dan keluarga mencapai 56%.

“Kebijakan terkait lansia bisa saja diarahkan pada keluarga yang memiliki lansia,” ujarnya. Dari mana keluarga lansia mendapatkan penghasilan?.

UNFPA mencatat, lansia yang masih bekerja mencapai 85 persen laki-laki dan 63 persen perempuan. Sedangkan yang mengandalkan uang pensiun 5,8 persen.

“Hanya yang punya punya pensiun inilah yang ‘secure income’ di masa tua,” jelas Richard. Di tengah Covid-19, menurut Richard, lansia yang hidup sendiri lebih mengalami masalah besar. Pasalnya mereka terhambat dalam memperoleh informasi akurat, makan dan obat. “Selama kondisi Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), mereka butuh dukungan komunitas,” ujarnya.

Pada akhir paparannya, Richard mengingatkan para pengambil keputusan agar tidak menggeneralisasi penanganan lansia. Ini karena proses menuju lansia berbeda setiap orang.

Prof. Haryono Suyono, Ketua Umum Persatuan Wredhatama Republik Indonesia (PWRI) yang memiliki lima juta anggota, pada webinar itu mengatakan pertumbuhan lansia begitu cepat. Jika pada 1970 jumlahnya sekitar 2 juta, saat ini sekitar 23 juta.

“Dalam rentang waktu itu, kelompok usia produktif naik tiga kali lipat, namun lansia naik 10 kali lipat,” ujar Haryono, yang mengaku bahwa sebagian besar lansia masih bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya. “Positifnya, dengan bekerja usia mereka tambah panjang,” tutur Haryono.

Pada paparan berjudul “Menjadi Lansia Sehat, Aktif dan Produktif”, Haryono sekaligus menepis anggapan seolah tingkat kematian lansia belakangan ini semata akibat Covid-19. “Kombinasi penyakit. Bukan hanya covid-19,” tandasnya.

Lansia Indonesia yang semakin berusia panjang, sehat, tangguh dan berkualitas, menurut Haryono akan dihadapkan pada kondisi di mana tingkat kematian generasi muda yang masih tinggi, seperti pada kasus kematian ibu hamil dan melahirkan.

“Keberadaan mereka akan diguncang oleh kematian generasi muda yang masih tinggi,” ujar Haryono, dengan meminta agar pemerintah melakukan upaya serius dalam menekan angka kematian anak, ibu hamil dan generasi muda.

Haryono juga meminta agar lansia menjadi panutan dan ikut menjadi penggerak masyarakat dalam kegiatan pembangunan di desa. Dalam waktu dekat, atas kerjasama PWRI dengan Perpustakaan Nasional, pusat informasi di tingkat kecamatan akan kedatangan jutaan buku dari perpustakaan nasional yang sudah dikemas dalam bentuk digital. Sehingga kecamatan akan jadi pusat informasi.

“Akhirnya nanti di tingkat desa dan kampung akan ada perpustakaan desa yang dibina bersama BKKBN dan penduduk lansia,” terang Haryono.

Ia juga berharap peta keluarga yang diproduksi BKKBN dapat didayagunakan di desa. “Di Kabupaten Madiun peta keluaga sudah ditransfer ke dalam HP. Sehingga tiap kepala desa bisa tahu kondisi keluarga yang ada di desanya,” terang Haryono.

Dengan mendapat pemberdayaan, indikator keluarga bisa berubah. Dari miskin menjadi sejahtera. “Inilah fungsi peta keluarga, yang bila digunakan bisa mengubah indikator keluarga pra-sejahtera menjadi sejahtera,” ujar Haryono menutup paparannya.

Di sela sela acara webinar, Kepala BKKBN melakukan grand launching aplikasi “golantang”. Yaitu adalah aplikasi berbasis informasi untuk lansia dan keluarga lansia. Bertujuan meningkatkan kegiatan produktif bagi lansia hingga meningkatkan peran serta keluarga dalam membangun lansia tangguh.

Menurut Direktur Bina Ketahanan Keluarga BKKBN, Erisman, S.Si., M.Si., aplikasi ini ditujukan untuk masyarakat umum, lansia, pendamping lansia hingga para pengambil keputusan. Juga dilakukan penandatanganan naskah perjanjian kerjasama tentang penyelenggaraan program Bangga Kencana dan Program Bina Lansia oleh Kepala BKKBN dan Ketua Umum PWRI. @red(sindikatpost)

BKKBN