BKKBN

Penanganan Stunting Perlu Kerjasama Lintas Kementrian Lembaga dan Daerah

16 March 2021 | Siaran Pers|

suhu

Nias - "Kepulauan Nias menjadi perhatian serius pemerintah karena angka stunting masih tinggi, saat ini angka prevalensi stunting masih diatas 40 persen. Sementara angka nasional masih di 27,6 persen target pemerintah di tahun 2024 bisa turun menjadi 14 persen."

"Masalahnya untuk saat ini masih terlalu banyak Kementerian Lembaga yang menangani. Maka sesuai dengan arahan Presiden untuk penanganan stunting akan dipimpin oleh BKKBN, backbone nya adalah BKKBN." Ungkap Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Nias, Sumatera Utara, Selasa (16/03/2021).

Turut mendampingi Menko PMK, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Gusti Ayu Bintang Puspayoga, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani, perwakilan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BNPB.

Muhadjir Effendi menambahkan, "Perempuan dan anak adalah kelompok strategis namun juga rentan. Karena masa depan kita 40 tahun kedepan berada di tangan mereka, dan saat ini anak-anak tersebut masih balita dan mereka butuh dukungan. Kualitas bayi yang dilahirkan bergantung juga pada kondisi Ibu, maka kaum ibu dan perempuan harus kita perhatikan."

"Menangani stunting tidak bisa sendiri-sendiri harus kerjasama lintas sektor, maka seperti misalnya Kementerian PUPR juga harus bersama mendukung penanganan stunting, khususnya terkait air bersih dan sanitasi."

"Saya harus memastikan Kementerian Lembaga di dibawah bisa saling dukung dan kerjasama tidak boleh bekerja sendiri. Maka saya berkunjung ke daerah untuk memastikan hal tersebut," tegas Muhadjir Effendy.

BKKBN Tegaskan Tiga Fase Tangani Stunting

Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani menyampaikan, "Strategi BKKBN dalam penanganan stunting berusaha menutupi gap-gap yang selama ini masih kurang karena sebenarnya program penanganan stunting itu sudah lama dilakukan pemerintah. Ada gap yang bisa diupayakan untuk mempercepat penurunan angka stunting, melalui pendampingan di tiga fase yakni sebelum menikah, hamil dan setelah melahirkan.

"Kami tekankan tiga fase, yakni ketika mau menikah calon pengantin atau calon Ibu tiga bulan sebelumnya harus periksa kesehatan dan harus sehat, kalau anemia atau sakit maka harus sembuh dahulu, minum vitamin, zat besi."

"Kedua ketika hamil kita berikan penyuluhan terkait 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang ketiga setelah melahirkan harus ikut program KB, jarak lahir anak pertama dan kedua harus diatur tidak boleh berdekatan minimal tiga tahun karena itu semua yang menjadi faktor utama."

"Masing-masing Kementerian telah memiliki langkah intervensi, namun dibutuhkan kerjasama agar manfaatnya bisa maksimal hingga ke tingkat keluarga. Penyatuan harus dikawal, apakah keluarga yang rentan stunting ini mendapatkan intervensi atau tidak, dengan pendampingan," tambah Dwi Listyawardani.

Lebih lanjut Dwi Listyawardani menjelaskan ada faktor-faktor yang terkait stunting seperti faktor spesifik yang secara langsung terkait gizi kemudian faktor sensitif yang secara tidak langsung seperti perilaku hidup sehat, fasilitas sanitasi dan air bersih, budaya, menikah di usia muda. Penurunan stunting harus didekati dari semua faktor, BKKBN melakukan pendekatan keluarga seperti perilaku hidup sehat, pola asuh.

Menko PMK Muhadjir Effendy menambahkan, "Stunting bisa terjadi tidak hanya pada keluarga miskin saja namun bisa terjadi juga pada keluarga mampu, namun misalnya Ibu melakukan diet ketat. Kemudian juga pola asuh dan pola makan yang juga perlu perhatian

"Semua keluarga yang memiliki anak stunting, gizi buruk dan juga ada lansia saya minta dimasukan dalam daftar bantuan sosial PKH," pungkas Muhadjir Effendy. (Humas/TSR).

Gunung Sitoli, 16 Maret 2021
Biro Umum dan Humas
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BKKBN