BKKBN

Webinar Laporan State of World Population 2021: Tubuhku adalah Miliku

2 July 2021 | Siaran Pers|

suhu

Jakarta - 01/06/2021, United Nation and Population Fund atau disingkat UNFPA, salah satu badan asuhan PBB di bidang kependudukan, menggelar webinar dalam launching Laporan State World Population (SWOP) hari ini secara virtual, dari pukul 13.30 sampai hamper pukul 16.30. Tema webinar yang diusung adalah Tubuhku adalah Miliku. Tema ini diterjemahkan bahwa perempuan harus menyadari akan otonomi tubuhnya. Perempuan memiliki hak untuk memilih dan menentukan tubuhnya sendiri. Hal ini terkait dengan misi besar UNFPA untuk mengeliminasi tiga hal yaitu: Angka Kematian Ibu (AKI), unmet need dalam pelayanan Keluarga Berencana dan kekerasan berbasis gender (gender-based violence).

Webinar ini ditayangkan melalui zoom meeting dan juga live youtube BKKBN Official yang menghadirkan UNFPA Indonesia Representative - Anjali Sen, Kepala BKKBN – Dr (H.C.) Hasto Wardoyo Sp.OG(K), Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak- Ratna Susianawati, SH., MH dan empat pembicara talkshow yaitu Kyai Haji Husein Muhammad, Alissa Wahid, Tsamara Amany termasuk Kepala BKKBN-Hasto Wardoyo.

Pada sambutannya, Anjali memfokuskan pada pentingnya otonomi tubuh bagi perempuan karena dengan adanya kesadaran ini para perempuan menjadi berdaya dan mampu menentukan keputusan akan dirinya yang mana hal ini akan mempengaruhi bidang kehidupan yang lain. Selanjutnya sambutan kedua disampaikan oleh Kepala BKKBN.

Kepala BKKBN menekankan bahwa hak perempuan dan hak manusia harus diperhatikan karena dukungan yang besar diperlukan demi terwujudnya kualitas kesehatan perempuan. Lebih lanjut, Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa kualitas kesehatan pada perempuan sangat menentukan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan morbiditas seperti stunting sehingga jika ini tertangani maka menurunkan AKI, AKB dan morbiditas, memperluas pelayanan dan mencapai zero unmet need. Oleh karena itu dukungan yang besar terhadap perempuan sangat memperngaruhi kualitas pembangunan manusia.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam keynote speech tentang kekerasan berbasis gender dan praktik berbahaya bagi perempuan dan anak perempuan yang disampaikan oleh Deputi Perlindungan Hak Perempuan- Ratna Susianawati, SH., MH menyampaikan bahwa maraknya kekerasan terhadap perempuan melalui media sosial perlu kita sikapi dengan kolaborasi berbagai pihak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak dapat bekerja sendiri. Menariknya bahwa, kekerasan pada perempuan cenderung dilakukan oleh keluarga dekatnya sendiri. Oleh karena itu, kesadaran perempuan terhadap tubuhnya ini menjadi hal yang penting dalam mencegah tindak kekerasan yang semakin meningkat. KPPA dalam hal ini telah memberikan layanan one stop service melalui hotline service untuk menampung laporan kekerasan perempuan dan memberikan perlindungan bagi korban. Kasus-kasus yang terjadi sangat luas mulai dari remaja perempuan sampai dengan kekerasan akibat perdagangan orang.

Otonomi tubuh perempuan lebih jauh lagi dibahas dalam talkshow yang di arahkan oleh Dr.dr. Melania Hidayat, MPH- Assistant Representative UNFPA Indonesia dengan 4 pembicara. Tubuhku adalah Miliku dalam talkshow tersebut diungkapkan dari sisi yang berbeda beda. Pembicara pertama, Hasto Wardoyo, memaparkan bagaimana kesehatan reproduksi dan pelayanan KB dipengaruhi oleh kesadaran perempuan akan dirinya. Hasto mengatakan bahwa jika perempuan memiliki hak atas tubuhnya maka akan menguntungkan bagi perempuan seperti kematian ibu melahirkan karena melahiran di usia muda dimana tubuh belum matang untuk melahirkan bayi. Hasto memberikan gambaran bahwa remaja perempuan akan berorientasi pada kemajuan hidupnya jika mereka mengerti resiko yang dihadapi pada menikah usia muda. Faktor pengetahuan dan keyakinan perempuan untuk memiliki hak atas tubuhnya menjadi dua hal yang mempengaruhi rendahnya kesadaran perempuan akan otonomi tubuh. Namun begitu, kita juga seharusnya berpikir kedepan bagaimana mengantisipasi dalam memperlakukan tubuh kita seiring semakin berkembangnya kecanggihan teknologi genetik (cloning) diberbagai tempat yang telah terjadi saat ini.

Pembicara kedua, KH. Husein Muhammad, melihat bahwa hak perempuan akan tubuhnya dari sudut pandang agama. Ada tiga hal yang menurut Kyai berdampak pada otonomi perempuan yaitu: tradisi, aturan pemerintah dan cara pandang keagamaan. Kyai lebih jauh lagi mengatakan bahwa tradisi dan pemerintah adalah dua hal yang dapat tidak begitu kuat resistensinya sedangkan agama merupakan hal yang paling sulit di rubah pola pikirnya dimana di negara yang kebanyakan menganut patriarkisme hal ini sulit merubah posisi laki-laki sebagai pelindung, pengayom dan pendidik bagi perempuan. Dengan demikian, perlu waktu yang lama untuk merubah pola pikir ini dan sebagai negara muslin terbesar , Indonesia perlu memberikan pandangan baru dalam Islam terkait perempuan karena menurut Kyai dalam kajiannya , ayat-ayat Islam bersifat kontekstual karena kalau tidak kontekstual akan berhadapan dengan ayat yang lain artinya dapat menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi. Apabila ada dua teks yang berlawanan tentang otonomi tubuh perempuan dan jika tidak sesuai dengan hari ini maka harus dilakukan perubahan dengan sosialisasi , pendidikan, pandangan baru dan state keagamaan dan lain sebagainya sedangkan bagi negara harus revisi undang-undang.

Dalam tesisnya, K.H Husein mengungkapkan bahwa teks-teks partikular seperti ayat mengatur seluruh rangkaian hak waris, perempuan tidak menikahkan sendiri, perceraian harus laki-laki, ayat-ayat mengatur, poligami, adalah teks kontekstual yang harus merespon dalam ruang dan waktunya sehingga perlu bagi para tokoh agama untuk memiliki pandangan baru terkait hak-hak perempuan. Kyai Husein mengakhiri pandangannya mendukung otonomi tubuh perempuan dengan pernyataan tokoh agama: “jangan kamu paksakan generasimu mengikuti tradisimu karena mereka dilahirkan tidak dalam ruang dan waktumu tetapi mereka dilahirkan dengan ruang dan waktunya sendiri”.

Pembicara ketiga diungkapkan oleh seorang psikolog sekaligus Direktur Gusdurian Network Indonesia, Alisha Wahid, yang dalam pandangannya bahwa otonomi perempuan dari sudut pandang sosial, disederhanakan dengan pandangan bahwa perempuan memiliki hak untuk berpakaian minim padahal otonomi tubuh lebih dari itu. Alisha lebih jauh lagi mengungkapkan dalam background study yang dilakukannya bahwa fenomena perkawinan anak tidak hanya berkaitan dengan agama saja namun juga berhubungan dengan aspek sosial. Sebagai contoh orang tua memaksa anaknya menikah karena takut dengan pandangan anaknya tidak laku. Hal yang sama dari sisi ekonomi, perlakuan yang berbeda diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan yaitu ketika anak-anaknya semakin membesar dan beban keluarga yang semakin besar pula, maka anak laki-laki mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya karena akan bekerja sehingga membantu ekonomi keluarga. Sedangkan bagi anak perempuan, yang terjadi di Indonesia, kebanyakan orang tua akan menikahkan anaknya sehingga mengurangi beban keluarga.

Pembicara terakhir dari seorang influencer dan politisi muda, Tsamara Amany, dalam pandangannya bahwa kita harus memahami, sikap orang muda tidak jauh dengan generasi sebelumnya, masih sama secara sikap dan tidak bisa dipahami sebagai ruang kosong. Jika seorang anak dibesarkan dalam lingkungan yang partiarkal, maka pandangan yang dimiliki adalah otoritas dipegang oleh ayahnya dan suaminya, oleh karenanya, tidak mungkin memiliki kebebasan terhadap tubuh kita. Kondisi yang terjadi di Indonesia memang masyarakat tidak memahami tentang tubuhnya, biasanya paling berpengaruh adalah faktor ekonomi. Posisi perempuan tidak berdaya jika tidak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, Tsamara mencontohkan banyak perempuan yang memaafkan suaminya yang berselingkuh karena sang istri yang lemah secara ekonomi, takut tidak bisa menghidupi anak-anaknya.

Dari contoh tersebut, Tsamara selalu mengajak perempuan untuk memiliki penghasilan sendiri. Dengan demikian, mereka memiliki kekuatan untuk memutuskan dan mendapatkan perlakukan yang layak terhadap diri dan keluarganya. Tsamara lebih lanjut mengatakan Pemerintah dalam hal ini perlu segera mengesahkan peraturan yang pro terhadap penanggulangan kekerasan perempuan karena dengan dasar hukum yang kuat perempuan dapat memperjuangkan hak atas otonomi tubuhnya dan lebih jauh lagi, komposisi penduduk perempuan yang tinggi berpeluang mempengaruhi pembangunan manusia di Indonesia.(DAS).

BKKBN